Saat ini...
Aku merindukan diriku yang dulu.
Dimana aku bisa dengan bebasnya bermimpi menembus cakrawala tanpa menghiraukan hambatan-hambatan yang kan menghadangku.
Saat aku memakai seragam putih-blue black dengan segala perilaku kebocahannya. Dengan mata yang berbinar penuh rasa ingin tahu akan segala hal. Aku yang selalu berpikir dengan penuh rasionalitas setiap waktu.
Beranjak memakai seragam putih-abu, kutemukan secercah cahaya disana. Cahaya yang sedikit demi sedikit memudarkan rasio dan ego yang kupegang teguh sebagai landasan atas setiap apa yang kukerjakan.
Cahaya itu...
Membuatku mengenal orang-orang yang luar biasa, orang-orang yang mengingatkanku akan surga. Aku semakin optimis, dan kali itu aku mulai merenda kembali mimpi-mimpiku pada jalan yang sebelumnya belum pernah ku tapakkan kakiku diatasnya.
Namun kini...
Kekosongan kerapkali menyapaku. Membuatku gusar atas diriku yang semakin hari semakin tak konsisten. Sehingga rasanya hidup pun semakin tak jelas saja, tak terorganisir.
Rangkaian mimpi itu pun crash untuk sesaat.
Bukan, ini bukan cerita penyesalan. Namun hanya sedikit luapan kekecewaan pada diriku sendiri yang dapat tertuangkan.
Perlahan kusadari...
Itulah efek dari keimanan yang sedang turun. Kata orang, keimanan itu akan senantiasa naik-turun dalam kehidupan manusia.
Ahh...
Kau tahu, pada saat aku bersama orang-orang hebat itu, aku merasa on fire lagi. Tapi saat jarak dan waktu itu mulai memisahkan kami, aku kembali merasa jatuh.
Namun aku juga tak mau disebut slave, yang kebaikannya bergantung pada orang lain.
Dan aku teringat kembali, bagi seorang Muslim, yang saat ini tak lebih baik dari yang lalu, adalah merugi! Sangat merugi!
Astagfirullahal’adzim...
Inilah akibat dari seorang hamba yang seringkali lupa untuk mengingat-Nya, tidak mengindahkan segala titah-Nya, dan kadar pengabdiannya masih sangat jauh dari predikat cukup sekalipun.
Taubat... It’s the explanation.
“Segera bertaubat dari segala dosa wajib segera dilakukan dan tidak boleh ditunda. Jika taubat ditunda, pelakunya bermaksiat kepada Allah akibat penundaan taubatnya. Jika ia bertaubat, ia masih punya kewajiban taubat yang lain, yaitu taubat dari penundaan taubatnya. Hal ini jarang sekali terbesit di jiwa orang yang bertaubat!” (Ibnu Qayyim rahimahumullâh)
...
Lalu tulisan seorang sahabat dalam buku agenda lama ku kembali tersingkap...
Qum Fa andzir!Bangkit dan guncangkanAbaikan para pendengki si juru fitnahLemparkan selimut kemalasanDatangi gudang-gudang ilmuMasuki gudang-gudang menjulangTemukan makna hidup yang hilangPakailah jubah keberanianmu yang paling cemerlangKarena engkau bukanlah pengemis yang merintihEngkaulah cahaya mentari tak pilih kasihJangan tergoda butiran pasir berserakan,Yang membuat ombak samudera tertawa candaJadilah batukarang!Kukuh tangguh, menatap gagah, menyongsong gigih hempasan ombak dengan tertawaWalau kepedihan menyayat raga,Tak perlu menghamba diri pada duniaBagi mujahid sejati,Lebih baik jadi singa sehari daripada domba seribu hariTidak perlu sedu sedan atau tangis ratapanKarena kehilangan duniaTetapi jadikan dunia meratap sendu dalam tangisanKarena kehilangan dirimuQum Fa andzir wa Rabbaka Fakabbir!Tebarkan iman dengan cintaGubah dunia dengan prestasiJadikan hidupmu penuh artiKemudian boleh bersiap matiKalau kelak datang hari perjumpaanBasahkan bibirmu mengucap puji Ilahi RabbiLaa ilaaha illallah...Bangkit dan berilah peringatanBuang dan campakkan kecemasanBunuh dan singkirkan kemalasanTumpas dan kuburkan kepalsuan
...
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”
(Q. S. Al-An’aam [6]: 162-163)
And the next is an upgrading programme (tarbiyah dzatiyah)...
Sebuah elegi tak berstruktur
Bandung,
27 Safar 1432 H
No comments
Post a Comment