31.1.11

Elegi


Saat ini...
Aku merindukan diriku yang dulu.
Dimana aku bisa dengan bebasnya bermimpi menembus cakrawala tanpa menghiraukan hambatan-hambatan yang kan menghadangku.
Saat aku memakai seragam putih-blue black dengan segala perilaku kebocahannya. Dengan mata yang berbinar penuh rasa ingin tahu akan segala hal. Aku yang selalu berpikir dengan penuh rasionalitas setiap waktu.
Beranjak memakai seragam putih-abu, kutemukan secercah cahaya disana. Cahaya yang sedikit demi sedikit memudarkan rasio dan ego yang kupegang teguh sebagai landasan atas setiap apa yang kukerjakan.
Cahaya itu...
Membuatku mengenal orang-orang yang luar biasa, orang-orang yang mengingatkanku akan surga. Aku semakin optimis, dan kali itu aku mulai merenda kembali mimpi-mimpiku pada jalan yang sebelumnya belum pernah ku tapakkan kakiku diatasnya.
Namun kini...
Kekosongan kerapkali menyapaku. Membuatku gusar atas diriku yang semakin hari semakin tak konsisten. Sehingga rasanya hidup pun semakin tak jelas saja, tak terorganisir.
Rangkaian mimpi itu pun crash untuk sesaat.
Bukan, ini bukan cerita penyesalan. Namun hanya sedikit luapan kekecewaan pada diriku sendiri yang dapat tertuangkan.
Perlahan kusadari...
Itulah efek dari keimanan yang sedang turun. Kata orang, keimanan itu akan senantiasa naik-turun dalam kehidupan manusia.
Ahh...
Kau tahu, pada saat aku bersama orang-orang hebat itu, aku merasa on fire lagi. Tapi saat jarak dan waktu itu mulai memisahkan kami, aku kembali merasa jatuh.
Namun aku juga tak mau disebut slave, yang kebaikannya bergantung pada orang lain.
Dan aku teringat kembali, bagi seorang Muslim, yang saat ini tak lebih baik dari yang lalu, adalah merugi! Sangat merugi!
Astagfirullahal’adzim...
Inilah akibat dari seorang hamba yang seringkali lupa untuk mengingat-Nya, tidak mengindahkan segala titah-Nya, dan kadar pengabdiannya masih sangat jauh dari predikat cukup sekalipun.
Taubat... It’s the explanation.
“Segera bertaubat dari segala dosa wajib segera dilakukan dan tidak boleh ditunda. Jika taubat ditunda, pelakunya bermaksiat kepada Allah akibat penundaan taubatnya. Jika ia bertaubat, ia masih punya kewajiban taubat yang lain, yaitu taubat dari penundaan taubatnya. Hal ini jarang sekali terbesit di jiwa orang yang bertaubat!” (Ibnu Qayyim rahimahumullâh)
...
Lalu tulisan seorang sahabat dalam buku agenda lama ku kembali tersingkap...
Qum Fa andzir!
Bangkit dan guncangkan
Abaikan para pendengki si juru fitnah
Lemparkan selimut kemalasan
Datangi gudang-gudang ilmu
Masuki gudang-gudang menjulang
Temukan makna hidup yang hilang
Pakailah jubah keberanianmu yang paling cemerlang
Karena engkau bukanlah pengemis yang merintih
Engkaulah cahaya mentari tak pilih kasih
Jangan tergoda butiran pasir berserakan,
Yang membuat ombak samudera tertawa canda
Jadilah batukarang!
Kukuh tangguh, menatap gagah, menyongsong gigih hempasan ombak dengan tertawa
Walau kepedihan menyayat raga,
Tak perlu menghamba diri pada dunia
Bagi mujahid sejati,
Lebih baik jadi singa sehari daripada domba seribu hari
Tidak perlu sedu sedan atau tangis ratapan
Karena kehilangan dunia
Tetapi jadikan dunia meratap sendu dalam tangisan
Karena kehilangan dirimu
Qum Fa andzir wa Rabbaka Fakabbir!
Tebarkan iman dengan cinta
Gubah dunia dengan prestasi
Jadikan hidupmu penuh arti
Kemudian boleh bersiap mati
Kalau kelak datang hari perjumpaan
Basahkan bibirmu mengucap puji Ilahi Rabbi
Laa ilaaha illallah...
Bangkit dan berilah peringatan
Buang dan campakkan kecemasan
Bunuh dan singkirkan kemalasan
Tumpas dan kuburkan kepalsuan
...
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”
(Q. S. Al-An’aam [6]: 162-163)
And the next is an upgrading programme (tarbiyah dzatiyah)...
-----------------------------------------------------------------------
Sebuah elegi tak berstruktur
Bandung,
27 Safar 1432 H

No comments

Post a Comment

© KATATINA
Maira Gall