3.6.19

"Oleh-oleh" dari Lampung dan Ramadhan 1440 H

Menara Siger Lampung terlihat dari Pelabuhan Bakauheni

"Tabik pun! Ya pun.."

Salam khas Lampung yang mengingatkan gue sama "Sampurasun"-nya urang Sunda ataupun "Hong Ulun Basuki Langgeng"-nya Suku Tengger di Bromo. Pada akhir bulan April kemarin gue ikut rombongan KKL Tahap 3 ke Lampung, hitung-hitung 'istirahat' sejenak dari rutinitas di kantor yang biasanya gue 'jaga kandang' sekalian rada kontemplasi, karena perjalanan yang ditempuh cukup panjang hehe.

Alhamdulillah, ada beberapa hal yang menjadi refleksi gue setelah perjalanan dari Lampung dan juga selama ramadhan ini yang mau gue share sekarang. So, here they are some things I learned!


1. Semburat Gelap

Pada hari kedua di Lampung, ketika adik-adik mahasiswa sudah disebar ke tiap plot di lapangan, tiba-tiba ada kabar yang mengejutkan kami semua. Ada yang dijambret hp-nya! Bukan cuma seorang, tapi dua orang.

Parahnya, pelaku penjambretan tersebut adalah anak-anak remaja tanggung sekitar SMP-an. Mereka berkomplot pakai motor dan bawa senjata juga. Pokoknya ini adalah hal paling gak terduga yang pernah terjadi, bahkan selama gue jadi mahasiswa pun belum pernah lah sampe ada kejadian kayak gini.

Gue pikir kondisi masyarakat di Lampung yang masih cenderung keras dan sering ada aktivitas pencurian itu hanya mitos atau terjadi bertahun-tahun yang lalu, tapi ternyata gue salah -_- bahkan di 2019 ini pun keadaannya masih kayak gitu.

Cukup miris juga karena ketika adik-adik gue minta tolong sama warga sekitar yang memang menyaksikan kejadiannya secara langsung, malah gak ngegubris dan cenderung nganggap hal itu adalah sesuatu yang lumrah. Lebih miris lagi, adek-adek gue kan mau neliti tentang potensi bencana alam disana, tapi ternyata malah jadi korban bencana sosial :(

Padahal kalau kondisi masyarakatnya kondusif tentu akan bikin orang-orang tertarik untuk berkunjung dan berwisata. Sedangkan kalo masih terjebak pada kebiasaan yang cenderung kriminal gitu kan malah bikin orang takut buat kesana. Tapi, ini memang gak bisa digeneralisir ya. Rekan-rekan gue yang orang sini pun baiknya gak usah ditanya deh, pada baik banget!

I hope that we always have positive mentality!
Taken from here

Hanya saja kita emang gak bisa menutup mata kalo masih ada sebagian masyarakat yang perlu dibina dan dilurusin mentalitasnya, dan ini akan menjadi peer yang masih sangat panjang. Kemudian, setelah bertemu dengan semburat gelap ini, gue menemukan..

2. Secercah Cahaya

Karena insiden di hari kedua tersebut, akhirnya ganti planning untuk hari ketiga yang tadinya masih akan melanjutkan cari data di lapangan jadi ekskursi ke Bendungan Batutegi dan berkunjung ke Museum Transmigrasi (tapi sayang banget karena satu dan lain hal, mahasiswa gak ikut ke museumnya).

Jujur, gue juga sebenernya kadang masih suka galau soal pekerjaan gue hahah.. gak jarang gue merasa 'antara ada dan tiada', wkwkw. Sampai akhirnya seorang bapak yang memandu kami di Bendungan Batutegi bernama Pak Gusman nitip pesan, "hargai dan cintailah pekerjaan anda, apapun itu".

Gue tau, beliau berpesan kayak gitu juga karena pengalamannya sendiri yang sudah melakukan pengabdian berpuluh tahun untuk kerja di bendungan. Pekerjaannya kan gak gampang loh, terutama ketika mesti ngecek/survey secara langsung (berkala tiap 3 bulan sekali kalo gak salah) apakah di bendungannya ada masalah (yang dari luar mah belum nampak misalnya), dll.

Bahkan beliau sampe dua kali menyampaikan pesan tersebut, jadinya ya.. gue merasa cukup 'tertampar', hahaha.. akhirnya gue memutuskan untuk lebih banyak bersyukur dan berusaha menjalankan amanah yang ada pada gue dengan sebaik-baiknya. Yak, kegalauan seperti apapun sejatinya adalah buah dari kurangnya rasa syukur kita, astaghfirullah :'(

Always do your best!
Taken from here
Terus, yang paling bikin gue tertegun adalah ketika kami serombongan udah pada pergi dari bendungan, terus mobil dosen dan staff sempet 'ngetem' dulu karena ada co-driver yang mau naik, Pak Gusman ternyata nyusul kami dari belakang pake motor. Tujuannya adalah nganterin seragam korsanya mahasiswa yang ketinggalan. MashaAllah!

Itu jaraknya udah berkilo-kilo meter lah dari bendungan, kalo gue jadi beliau mah gak akan sampe gue susulin gitu da, males bangetttt. Tapi nggak bagi beliau! Walaupun jauh jarak yang ditempuh, beliau tetep berusaha nyusulin! T_T

Ketika di Museum Transmigrasi pun sebenernya tutup sih wkwk, tapi bisa di-lobby sama pihak travelnya. Kentara banget memang kalo museum-nya kurang diperhatikan, apalagi kalo mau dibandingkan sama museum-museum di Kota Bandung, heuheu jangan lah. 

Disana kita bisa nonton film dokumenter tentang transmigrasi juga, pengunjung dikenakan biaya gak lebih dari 10ribu per orang buat nontonnya. Murah banget segitu mah dan sangat worth it.

Bagi gue, sosok Pak Gusman dan bapak penjaga museum (lupa nanya namanya) bagaikan secercah cahaya yang akan menerangi semburat gelap kondisi masyarakat disana (yang masih melumrahkan aktivitas kriminal). Orang-orang seperti merekalah yang akan memberikan harapan baru bagi masa depan kehidupan disana.


Brosur Museum Transmigrasi (1)

Brosur Museum Transmigrasi (2)

3. Jadilah Tangguh!

Waktu kami menyimak materi dari Pak Gusman dan dosen gue, Pak Jupri, gue sempet nitip pertanyaan sama satu adik mahasiswa, karena gak mungkin dong gue yang nanya langsung wkwkw.

Pertanyaannya, apakah posisi bendungannya pernah terjadi pergeseran akibat gempa misalnya? Soalnya survey berkala yang dilakukan pekerja disana juga termasuk untuk mengecek terjadi pergeseran atau nggak.

Ternyata jawabannya nggak, karena bendungan Batutegi punya greenbelt yang luas dan mumpuni untuk menahan pergeseran tersebut. Secara umum, greenbelt adalah area di sekitar bendungan yang dipenuhi oleh vegetasi yang dapat melindungi bendungan dan kawasan di sekitarnya.

Bendungan Batutegi dengan greenbelt-nya

Lantas gue jadi berpikir, ketika bendungan aja punya greenbelt untuk mempertahankan posisinya. Berarti kita sebagai manusia juga mesti punya 'greenbelt' sendiri dong ya supaya bisa tetap 'waras' dalam mengarungi kehidupan yang arusnya suka gak main-main ini.

Bisa jadi, greenbelt untuk kita adalah integritas yang dipupuk sama keimanan kita sebagai seorang hamba. Entah ada badai, ombak yang besar, hujan rintik-rintik ataupun cuaca yang teduh, kita harus selalu paham bahwa semuanya udah ada yang atur, bahwa kita sedang dalam posisi bahagia atau terpuruk pun, kita selalu punya tempat bergantung yang abadi.

Selain itu, gue belajar untuk menjadi tangguh dari para transmigran disini. Apalagi ternyata program transmigrasi sudah dilakukan sejak masa kolonial Belanda. Kebayang dong gimana generasi pertama yang jadi transmigran kesana, daerahnya masih hutan semua, pokoknya semua bener-bener dimulai dari nol dan masih dalam keadaan yang raw.

Yes, they do
Taken from here

Tapi ternyata berbagai tantangan yang ada gak bikin para transmigran tersebut menyerah, bahkan mereka bisa survive dengan baik yang kemudian melahirkan generasi-generasi berikutnya disana dan ikut memberi warna di masyarakat. Gak heran kalo Lampung disebut sebagai miniaturnya Indonesia, karena orang-orangnya emang multikultural banget sehingga punya harmonisasi tersendiri.

4. We need to unplug sometimes..

Setelah observasi dari lapangan, agenda terakhir adalah jalan-jalan ke Pulau Pahawang. Meskipun gak ikut berenang sama snorkeling, seenggaknya sempet take a walk lah disana hehe. Menyusuri pulau dengan maksud mau liat kebun cokelat sama permukiman warga, tapi apalah daya setelah jalan cukup jauh pun gak nemu wkwkw.

Bersama Teh Fira mejeng dulu di depan gerbang Pulau Pahawang

Ternyata keliatannya sih kecil, tapi luas juga. Pantesan warga sekitar yang papasan sama kami pada pake motor. Tapi disini orang-orangnya ramah loh, seneng deh :D Terus ternyata mata pencaharian warga yang diandalkan teh dari komoditi utama berupa cokelat sama kelapa.

Disini susah banget nyari sinyal, seriously :))
HP gue juga pake mode terbang aja udah selama disini mah, wkwkw. Tapi sebenernya, kita emang butuh loh untuk unplug dari hiruk pikuk dunia untuk sejenak.

Biar pikiran dan hati bisa lebih clear, fresh, dan lebih memperkuat koneksi kita dengan orang-orang di sekitar tanpa terdistraksi gadget, hehe.

5. Perhatikan Tujuan

Mungkin ini mundur ya alurnya, kejadiannya waktu kami baru mau berangkat naik kapal laut eksekutif tapi drivernya gak tau arah ke pelabuhannya. Jadinya sempet muter-muter di pelabuhan yang non eksekutif karena ternyata pelabuhan yang dituju mah kelewat :p

Pokoknya akhirnya pas naik kapal, berasa banget olengnya karena udah muter-muter di mobil dengan kecepatan tinggi tea wkwkw. Gue jadi inget catatan jaman dulu di fesbuk..

Salah satu kapal eksekutif yang baru sampai dilihat dari Pelabuhan Bakauheni saat pulang

Catatan tersebut tentang pengalaman gue dulu waktu ikut ujian di SMA yang ada di jalan Solontongan, Bandung. Gue dulu sempet nyasar waktu pulang ujian hehe, terus ya gitulah alhamdulillah ketemu bapa-bapa baik hati yang nolong bahkan ngebayarin ongkos angkotnya hehe.

Terus salah satu kakak kelas gue sempet ngomen, katanya kalo nyasar gitu kan karena kita gak tau arah, begitu pun dengan hidup.. Jadi, muter-muter nyari pelabuhan eksekutif juga merupakan pengingat juga, apakah selama ini hidup sudah dijalani sesuai dengan arah ke tujuannya? Lantas tujuan hidup kita apa, btw?

Tentu kalo bahas tujuan hidup, bisa jadi kontemplasi yang panjang. Tapi, sederhananya gini.. kalo tujuan hidup gue adalah menjadi hamba yang Allah sayangi, menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan di sekitar, berarti gue harus melakukan hal-hal yang Allah suka, bener kan?

Selain itu, gue nyadar bahwa gue juga sering banget menerapkan mode auto-pilot dalam berkehidupan ini -_- padahal harusnya kita melakukan segala hal dengan penuh kesadaran. Well, semoga kita bisa pause dulu sebentar untuk memastikan apa tujuan hidup kita dan menapakinya pada arah yang benar.

6. Ramadhan 1440 H

Dari ramadhan kali ini, gue bisa menyimpulkan bahwa memang musuh terbesar yang harus dilawan adalah diri kita sendiri. Dimana di bulan ini setan-setan pada dibelenggu, makanya kerasa suara-suara yang mempengaruhi kita teh gak terlalu berisik karena yang ada adalah suara-suara dari dalam diri kita sendiri.

Kita selalu punya kesempatan untuk milih, misalnya mau baca qur'an atau tidur? Ini gak gampang, gue juga seringkali kalah sama diri gue sendiri -_- dan berbagai procrastination juga sebenernya kita yang milih buat melakukannya :((

Paling fatal adalah, gue gak bikin target secara tertulis untuk ramadhan ini. Pokoknya sampai titik ini baru ada 3 poin yang bisa gue capai, tapi karena target tertulisnya juga gak ada ya jadi gak jelas juga lah buat evaluasinya.

Pokoknya apa-apa teh coba deh ditulis, entah itu target, goals, bahkan to-do list setiap harinya. Karena ini bisa bantu kita juga biar tidak lepas kendali dan tanpa sadar pake mode auto-pilot dalam 'mengemudikan' arah dalam hidup.

Feed your FOCUS..
Taken from here
Semoga kita bisa istiqomah untuk terus berusaha jadi manusia yang lebih dan lebih baik lagi. Gue yakin bahwa selama kita masih diberi kesempatan untuk bernafas, berarti kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri. Apalagi selepas ramadhan ini, perjuangan kita melawan nafs dan waswasa akan lebih berat, tapi semoga kita bisa jadi hamba-hamba-Nya yang tangguh, aamiin!

Oh iya, terkait Lampung, gue sangat tidak menyarankan untuk travelling solo kesana terutama buat perempuan, hehe. Kecuali kalo disana emang ada sodara atau temen sih ya, itu beda soal. Potensi wisatanya bagus banget sih, jadi silakan kalo mau berwisata kesana rame-rame aja yak, biar seru! Disana juga bisa makan durian sepuasnya wkwk, secara harganya 100ribu aja dapet 8 buah coba! Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? ><

FYI, oleh-oleh khas Lampung banget itu keripik pisang gepoknya yang punya rasa macem-macem. Silakan googling aja yak, gue gak punya fotonya sih haha. Potongan keripiknya tebel-tebel, tapi enak! Tapi favorit gue cokelat Krakakoa ini! Nyesel banget cuma beli satu, sampe-sampe ini pun diawet-awet makannya, wkwkw..

Favorit! :D

Sekian dari gue, selamat mudik dan berkumpul bersama keluarga! :D

- Bandung, 3 Juni 2019/29 Ramadhan 1440 H

No comments

Post a Comment

© KATATINA
Maira Gall