19.6.11

First Love (A Little Thing Called Love)


Film asal Thailand ini berjudul First Love (A Little Thing Called Love) tapi di negara Asia lainnya ada juga yang bilang kalo judulnya “Crazy Little Thing Called Love”. Genre nya romance, tapi komedi juga. Menceritakan tentang seorang gadis remaja yang naksir kakak kelasnya yang memang banyak digandrungi.

Gadis itu bernama Nam (diperankan sama Baifern Pimchanok Luevisadpaibul #halah,nyebutin namanya aja susah bener xD), dia bisa dikategorikan sebagai siswa yang biasa-biasa aja, bahkan tergolong cupu, ga gaul, dsb. Dari sisi akademik pun dia termasuk kurang, tapi dia jago banget di bidang bahasa Inggris. Nah, diam-diam dia suka sama kakak kelasnya yang bernama Shone (diperankan sama Mario Maurer) yang punya banyak fans di sekolah mereka.
                
Nam ini hidup bertiga dengan ibu serta adiknya, sedangkan ayahnya kerja di Amerika. Suatu hari, pamannya datang ke rumah mereka dan ngasih surat dari ayahnya, katanya, siapa yang ranking 1 nanti bakal dapet tiket buat pergi ke Amerika. Pastinya Nam seneng banget, dari situ dia mulai belajar sungguh-sungguh supaya bisa ke negeri paman Sam buat menemui ayahnya tercinta :D
                
Gara-gara 3 sobat deketnya, Nam mencoba mengaplikasikan 9 metode untuk menaklukan kakak kelas dari sebuah buku, hahaha. Sejak itulah, Nam lambat laun berubah. Dia jadi pemeran utama di pentas drama sekolah, ikut marching band, dan yang pasti dia ga cupu lagi. Klimaks muncul di saat Nam udah bersinar, dan ada siswa baru yang merupakan sahabat deketnya Shone suka sama Nam, hoho. Bahkan persahabatan Nam dengan sobat-sobatnya di ambang kehancuran, ckckck #biasa, remaja :P
                
Waktu pun terus berjalan, sampe Nam baikan sama 3 sobatnya dan dia berhasil jadi ranking 1, it means dia bisa pergi ke Amerika, Shone pun lulus sekolah. Di saat hari kelulusan itu, Nam ngasih mawar putih buat Shone dan dia pun bilang tentang semuanya, tentang yang selama ini udah dipendam, setelah itu dia liat tulisan “Shone love Pin” di saku seragam Shone yang penuh corat-coret spidol kelulusan itu.
                
Dia speechless dan patah hati pastinya. Sejak saat itu mereka ga pernah ketemu. Sembilan tahun kemudian, Nam udah jadi seorang fashion designer muda yang terkenal dan go international, sedangkan Shone jadi seorang fotografer yang sebelumnya dia adalah seorang pemain sepakbola Thailand. Mereka pun bertemu di sebuah talk-show yang menghadirkan Nam sebagai bintang tamunya. Setelah itu gimana, na? Yaa.. tonton sendiri aja deh ya, biar tau filmnya gimana. Hahaha :D
                
Ada satu hal penting yang bisa diambil dari film ini, bahwa cinta memang seharusnya merupakan sebuah kekuatan yang membangun, bukan malah melemahkan bahkan meniadakan dan karena cinta, kita akan berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam hal apapun :D
                
Cinta sama makhluk-Nya aja udah ngasih impact yang besar seperti itu, apalagi cinta sama Sang Pencipta? Tentu impact nya bakal luar biasa berkali-kali lipat, guys! :D
                
Untuk kelebihan dan kekurangannya.. Humm.. So far, ga ada kekurangannya, mungkin wajah Mario Maurer yang kelewat cute sampe bikin konsentrasi hilang, hahaha #alay :P Subtitle nya sih, terjemahannya bisa dibilang parah, hohoho, karena saya emang ga nonton DVD aslinya, ini copy-an dari laptop temen, heheh xD
                
Akting para pemainnya juga natural, lucu, dan ga bikin bosen. Selain itu, kita juga bisa tau sedikit-sedikit kebiasaan orang Thailand, misalnya mereka suka menggunakan kata “Aww” bukan sebagai ekspresi kalo ngerasa sakit, tapi seperti kita bilang “Hei!” di Indonesia. Hehe.
                
Well then, bagi yang belum nonton, cobain nonton ya, ga rugi kok :D dan semoga bisa jadi pembangkit semangat buat film-maker Indonesia supaya ga mau kalah buat bikin film remaja yang dikemas secara apik, menarik, nilai moralnya tinggi, dan ada sisi edukasinya juga kemudian bisa nembus pasar internasional, aamiin :D

"Do all things with love"
(Og Mandino, an American Author [1923-1996])


Bandung, ditulis pada tanggal 18 Rajab 1432 H
*di tengah-tengah fluktuasi semangat mengerjakan laporan PKL dan menganalisis silabus, keep on FIRE!!! \^o^/

3.6.11

Hitunglah, dan Bacalah!

Sebuah tulisan singkat tapi nyelekit dari seorang sahabat..
-------------------------------------------------------------

Hitunglah, dan Bacalah!

By : Zaim Sidqi Islami

Kegiatan di mana-mana? Embaatt...
Sibuk di hari libur? Udah biasaaaa...
Teman-teman gimana? Kadang baik kadang menyebalkan sih..
Gimana nih dunia? Rame, Alhamdulillah!

Eh, Tunggu sebentar...
Shalat? Ga kelewat, tapi... Apa shalatnya sudah shalat?
Tilawah? Emm... Kapan ya terakhir ngaji...
Rawatib? Hemmmm... Shalatnya kloter ke-4, setiap beres shalat dzikir pun ga sempet, sibuk lagi. Infaq? Ups =_='
...
...
...
...
...
Man Rabbuka?

ASTAGHFIRULLAH!!!

http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150318909529972
------------------------------------------------------------------------------------

Baca, resapi, dan lakukan sebuah perubahan yang berarti, guys! \^o^/





"Qul inna salati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil aalamin." (6:162)
(Say: Truly, my prayer and my service of sacrifice, my life and my death, are (all) for Allah, the Cherisher of the Worlds.)

Ambassadors of Islam



I am a hijabi Muslim woman, and I refuse to reduce my hijab to a scarf much like those before me. Hijab goes beyond my modest dress code and my head cover. Hijab is my lifestyle. Over the years, it has built my character and shaped my behavior. Hijab has brought me closer to my creator. My hijab is very much feminine. It is a tool given to every woman that no man is able to acquire through wit or strength. As a hijabi, I am a walking representation of Islam. This form of dawah does not require brochures or speeches. The statement I make as I walk streets from Texas to the Middle East is stronger than your most colorful brochure. I am everyday an ambassador of Islam, accepting the responsibility as much as I am the honor. The responsibility my hijab has given me is a fierce passion continuously driving me to seek knowledge about my faith and share it with others. It is the reason I am able to speak to you in your language, a language that is not my native tongue.
And no, I don’t dress this way, act this way, and talk this way because I’m forced to. I am who I am today of my own free will and as a result of the decisions I’ve made throughout my life with the guidance of my Lord. I cover the beauty He has blessed me with, as He has blessed every woman, so that you may see beyond the physical. Hijab has taught me to respect myself, for that is where everyone else’s respect is derived. I speak softly and lower my gaze, not from shame or weakness. Rather, it is from humility and understanding of the power my eyes and voice possess. I don’t need to raise my voice in order to be heard. The words that softly leave my lips and the ones escaping my pen as I write this have much more weight than the volume of my vocal cords. My thoughts and opinions are proven to be much more piercing than the eye contact you deem necessary to sustain a conversation. I am well aware of my defiance to your norm, but I do not need to conform to society’s norms, whether it is that of the West or the East. I am not interested in your culture. Through hijab, Islam has become my culture, my way of life. It constitutes my values and beliefs, and I’m not one to downgrade.
I am certain that there are hijabi women everywhere who feel this. They are my sisters in Islam, my fellow ambassadors of this faith. You will not run into us at your clubs. You will not meet us at your bars. We do not pose for your indecent photos. We are not the subjects of your gossip magazines, nor are we your Hollywood icons. We don’t sing and dance for your pleasure. And no, you cannot have our phone numbers. We cover our bodies because we are the truest form of beauty. We lower our gazes because we understand the effect our eyes will have on you. We speak firm words softly because we know the content is enough emphasis. We are strong Muslim women, and we are pleasing to our Lord. And that alone is the reason we are.

MashaAllah :D


© KATATINA
Maira Gall